Aku
adalah diriku! Apapun yang ada pada diriku tak akan pernah terganti, bak
pecahan logam yang mengekalkan kesendirian dan kesunyian hidup ini. Berdiri dan
berjuang pada saat ini adalah pilihan yang bukan pilihanku. Seorang gadis enam
belas tahun, sekolah di sekolah negeri yang banyak raih prestasi dan banyak
pula cemooh seta hal yang dianggap buruk oleh mereka. Yang ada pada sekolah
lain yang dalam tanda kutip lebih unggul, serta yang hanya tahu sepenggal kisah
anak-anak tak mau diuntung dari sekolahku. Buruk bagiku? Hahaha ... mungkin
iya, mungkin tidak. Entahlah! Ini kali kedua aku buka warna dalam kawah pelangi
benakku.
Hai,
bagaimana perasaan mu? Setelah kata-kata pembuka paling berani itu. Jika aku
jadi kamu, mungkin aku akan berhenti untuk membaca karena saat itu ibuku
memanggilku. Atau meneruskan untuk membacanya, karena ini cerita terkeren yang
pernah ada.
Lihatlah
dirimu dan apapun yang sedang kau pakai, lihatlah sekeliling tempatmu berada
sekarang dan berfikirlah. Semua itu milikmu? Berharga kah itu? Jika kau hitung
rupiah, sanggupkah untuk membeli apa yang sedang kau inginkan? Jika iya selamat,
kamu adalah anak dari keluarga yang mampu. Jika tidak, tak usah kawatir banyak
yang lebih sederhana dibanding kamu. Aku terlahir dari keluarga yang cukup
harmonis, berekonomi cukup, dan mempunyai rasa hormat yang baik. Menjadi anak
tunggal dari seorang ayah yang terpandang membuat hidupku tak penuh warna.
Bagaimana tidak? Setiap harinya aku sekolah diantar oleh para ajudan negara,
pergi bermain ke rumah teman harus di tunggu bak anak bayi, pindah sekolah
bukan karena nakalnya aku tapi, karena ayah yang selalu dipindah tugaskan
keluar daerah. Kalian berfikir semua yang aku inginkan terwujud dalam sedetik?
No, no, no! Untuk mendapatkan sesuatu yang aku inginkan, aku harus memberanikan
diri masuk ke kandang harimau. Ya, ruang kerja ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar